Translate PLEASE!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Selasa, 27 Desember 2011

Biogas dari Kotoran


Proses Biogas Energi Murah dari Kotoran
Biogas adalah gas mudah terbakar yang dihasilkan dari proses fermentasi bahan-bahan organik oleh bakteri-bakteri anaerob (bakteri yang hidup dalam kondisi kedap udara). Pada umumnya semua jenis bahan organik bisa diproses untuk menghasilkan biogas.
Meski demikian, hanya bahan organik homogen berbentuk padat maupun cair seperti limbah ternak yang cocok untuk sistem biogas sederhana. Di daerah yang banyak terdapat industri pemrosesan makanan seperti tahu, tempe, ikan pindang dan brem, limbahnya bisa diproses menjadi biogas sehingga limbah industri tersebut tidak mencemari lingkungan di sekitarnya. Hal ini memungkinkan karena limbah industri tersebut di atas berasal dari bahan organik yang homogen. Pada makalah ini pembahasan dibatasi hanya pada pengolahan limbah ternak menjadi biogas.
Limbah ternak adalah sisa buangan dari suatu kegiatan usaha peternakan seperti usaha pemeliharaan ternak, rumah potong hewan, pengolahan produk ternak, dan lain-lain. Limbah tersebut meliputi limbah padat dan limbah cair seperti feses, urin, sisa makanan, embrio, kulit telur, lemak, darah, bulu, kuku, tulang, tanduk, isi rumen, dan lain-lain. Semakin berkembangnya usaha peternakan, limbah yang dihasilkan semakin meningkat.
Total limbah yang dihasilkan peternakan tergantung dari species ternak, besar usaha, tipe usaha dan lantai kandang. Manure yang terdiri dari feses dan urin merupakan limbah ternak yang terbanyak dihasilkan dan sebagian besar manure dihasilkan oleh ternak ruminansia seperti sapi, kerbau, kambing, dan domba. Umumnya setiap kilogram susu yang dihasilkan ternak perah menghasilkan 2 kg limbah padat (feses), dan setiap kilogram daging sapi menghasilkan 25 kg feses .
Selain menghasilkan feses dan urin, dari proses pencernaan ternak ruminansia menghasilkan gas metan (CH4) yang cukup tinggi. Gas metan ini adalah salah satu gas yang bertanggung jawab terhadap pemanasan global dan perusakan ozon. Kontribusi emisi metan dari peternakan mencapai 20 – 35 % dari total emisi yang dilepaskan ke atmosfir. Di Indonesia, emisi metan per unit pakan atau laju konversi metan lebih besar karena kualitas hijauan pakan yang diberikan rendah. Semakin tinggi jumlah pemberian pakan kualitas rendah, semakin tinggi produksi metan .
Limbah ternak masih mengandung nutrisi atau zat padat yang potensial untuk mendorong kehidupan jasad renik yang dapat menimbulkan pencemaran. Suatu studi mengenai pencemaran air oleh limbah peternakan melaporkan bahwa total sapi dengan berat badannya 5000 kg selama satu hari, produksi manurenya dapat mencemari 9.084 x 107 m3 air. Selain melalui air, limbah peternakan sering mencemari lingkungan secara biologis yaitu sebagai media untuk berkembang biaknya lalat. Kandungan air manure antara 27-86 % merupakan media yang paling baik untuk pertumbuhan dan perkembangan larva lalat, sementara kandungan air manure 65-85 % merupakan media yang optimal untuk bertelur lalat .
Kehadiran limbah ternak dalam keadaan keringpun dapat menimbulkan pencemaran yaitu dengan menimbulkan debu. Pencemaran udara di lingkungan penggemukan sapi yang paling hebat ialah sekitar pukul 18.00, kandungan debu pada saat tersebut lebih dari 6000 mg/m3, jadi sudah melewati ambang batas yang dapat ditolelir untuk kesegaran udara di lingkungan (3000 mg/m3).
Salah satu akibat dari pencemaran air oleh limbah ternak ruminansia ialah meningkatnya kadar nitrogen. Senyawa nitrogen sebagai polutan mempunyai efek polusi yang spesifik, dimana kehadirannya dapat menimbulkan konsekuensi penurunan kualitas perairan sebagai akibat terjadinya proses eutrofikasi, penurunan konsentrasi oksigen terlarut sebagai hasil proses nitrifikasi yang terjadi di dalam air yang dapat mengakibatkan terganggunya kehidupan biota air.
Tinja dan urin dari hewan yang tertular dapat sebagai sarana penularan penyakit, misalnya saja penyakit anthrax melalui kulit manusia yang terluka atau tergores. Spora anthrax dapat tersebar melalui darah atau daging yang belum dimasak yang mengandung spora.
Dampak limbah ternak memerlukan penanganan yang serius. Skema berikut ini (Gambar 1) memberi gambaran akibat yang ditimbulkan oleh limbah secara umum dan manajemennya .
gambar1
Gambar 1. Dampak Umum dan Manajemen Limbah Ternak
Penanganan Limbah Ternak
Penanganan limbah ternak akan spesifik pada jenis/spesies, jumlah ternak, tatalaksana pemeliharaan, areal tanah yang tersedia untuk penanganan limbah dan target penggunaan limbah. Penanganan limbah padat dapat diolah menjadi kompos, yaitu dengan menyimpan atau menumpuknya, kemudian diaduk-aduk atau dibalik-balik. Perlakuan pembalikan ini akan mempercepat proses pematangan serta dapat meningkatkan kualitas kompos yang dihasilkan. Setelah itu dilakukan pengeringan untuk beberapa waktu sampai kira-kira terlihat kering. Proses pembuatan kompos seperti ini menyebabkan gas metan yang terbentuk dibrbaskan ke atmosfer.
Penanganan limbah cair dapat diolah secara fisik, kimia dan biologi. Pengolahan secara fisik disebut juga pengolahan primer (primer treatment). Proses ini merupakan proses termurah dan termudah, karena tidak memerlukan biaya operasi yang tinggi. Metode ini hanya digunakan untuk memisahkan partikel-partikel padat di dalam limbah. Beberapa kegiatan yang termasuk dalam pengolahan secara fisik antara lain : floatasi, sedimentasi, dan filtrasi.
Pengolahan secara kimia disebut juga pengolahan sekunder (secondary treatment) yang bisanya relatif lebih mahal dibandingkan dengan proses pengolahan secara fisik. Metode ini umumnya digunakan untuk mengendapkan bahan-bahan berbahaya yang terlarut dalam limbah cair menjadi padat. Pengolahan dengan cara ini meliputi proses-proses netralisasi, flokulasi, koagulasi, dan ekstrasi.
Pengolahan secara biologi merupakan tahap akhir dari pengolahan sekunder bahan-bahan organik yang terkandung di dalam limbah cair. Limbah yang hanya mengandung bahan organik saja dan tidak mengandung bahan kimia yang berbahaya, dapat langsung digunakan atau didahului denghan pengolahan secara fisik.
Pemanfaatan Limbah Ternak
Berbagai manfaat dapat dipetik dari limbah ternak, apalagi limbah tersebut dapat diperbaharui (renewable) selama ada ternak. Limbah ternak masih mengandung nutrisi atau zat padat yang potensial untuk dimanfaatkan. Limbah ternak kaya akan nutrient (zat makanan) seperti protein, lemak, bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN), vitamin, mineral, mikroba atau biota, dan zat-zat yang lain (unidentified substances). Limbah ternak dapat dimanfaatkan untuk bahan makanan ternak, pupuk organik, energi (biogas) dan media berbagai tujuan. Pada makalah ini dibahas pemanfaatan limbah kotoran ternak ruminansia manjadi biogas saja, tanpa mengesampingkan manfaat lain yang dapat diambil.
Permasalahan limbah ternak, khususnya manure dapat diatasi dengan memanfaatkan menjadi bahan yang memiliki nilai yang lebih tinggi. Salah satu bentuk pengolahan yang dapat dilakukan adalah menggunakan limbah tersebut sebagai bahan masukan untuk menghasilkan bahan bakar biogas. Kotoran ternak ruminansia sangat baik untuk digunakan sebagai bahan dasar pembuatan biogas. Ternak ruminansia mempunyai sistem pencernaan khusus yang menggunakan mikroorganisme dalam sistem pencernaannya yang berfungsi untuk mencerna selulosa dan lignin dari rumput atau hijauan berserat tinggi. Oleh karena itu pada tinja ternak ruminansia, khususnya sapi mempunyai kandungan selulosa yang cukup tinggi. Berdasarkan hasil analisis diperoleh bahwa tinja sapi mengandung 22.59% sellulosa, 18.32% hemi-sellulosa, 10.20% lignin, 34.72% total karbon organik, 1.26% total nitrogen, 27.56:1 ratio C:N, 0.73% P, dan 0.68% K.
Pembentukan biogas dilakukan oleh mikroba pada situasi anaerob, yang meliputi tiga tahap, yaitu tahap hidrolisis, tahap pengasaman, dan tahap metanogenik. Pada tahap hidrolisis terjadi pelarutan bahan-bahan organik mudah larut dan pencernaan bahan organik yang komplek menjadi sederhana, perubahan struktur bentuk polimer menjadi bentuk monomer.
Pada tahap pengasaman komponen monomer (gula sederhana) yang terbentuk pada tahap hidrolisis akan menjadi bahan makanan bagi bakteri pembentuk asam. Produk akhir dari gula-gula sederhana pada tahap ini akan dihasilkan asam asetat, propionat, format, laktat, alkohol, dan sedikit butirat, gas karbondioksida, hidrogen dan amoniak. Sedangkan pada tahap metanogenik adalah proses pembentukan gas metan. Sebagai ilustrasi dapat dilihat salah satu contoh bagan perombakan serat kasar (selulosa) hingga terbentuk biogas (Gambar 2).

Gambar 2. Diagram Tahap Pembentukan Biogas
Biogas adalah campuran beberapa gas, tergolong bahan bakar gas yang merupakan hasil fermentasi dari bahan organik dalam kondisi anaerob, dan gas yang dominan adalah gas metan (CH4) dan gas karbondioksida (CO2). Biogas memiliki nilai kalor yang cukup tinggi, yaitu kisaran 4800-6700 kkal/m3, untuk gas metan murni (100 %) mempunyai nilai kalor 8900 kkal/m3. Produksi biogas sebanyak 1275-4318 l dapat digunakan untuk memasak, penerangan, menyeterika dan menjalankan lemari es untuk keluarga yang berjumlah lima orang per hari.
Jika ditinjau dari kandungan bahan yang terdapat pada limbah ternak ruminansia maka proses pembuatan biogas dapat dilihat pada diagram berikut
gambar3

Tidak ada komentar:

Posting Komentar