Deskripsi Antropologi Medis
MANFAAT BINATANG DALAM TRADISI PENGOBATAN JAWA
Oleh
Prof. Dr. Bani Sudardi dan Miftah Nugroho, M.Hum.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan model pengobatan yang memanfaatkan binatang (animal medicine) yang terdapat dalam tradisi Jawa dan mengkategorikan model-model tersebut ke dalam kerangka teoretis antropologi medis, yakni dalam klasifikasi model personalitik ataukah model naturalistik.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode penelitian kualitatif dan bersifat deskriptif dengan model analisis interaktif.
Berdasarkan uraian di muka dapat disimpulkan bahwa dalam tradisi pengobatan dengan menggunakan hewan di dalam masyarakat Jawa digunakan berbagai jenis hewan yang
terdapat di sekitarnya. Tradisi tersebut kemungkinan sudah berlangsung dari generasi ke generasi. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan terancumnya resep-resep tersebut di dalam kitab primbon yang berasal dari ratusan tahun silam.
Beberapa tradisi kemungkinan berasal dari luar budaya Jawa yang masuk ke dalam tradsi Jawa seiring dengan pergaulan masyarakata Jawa dengan masyarakat lainnya. Sebagaimisal pengobatan dengan hati unta, kadal Mesir, dan ramuan kobra. Penggunaan hewan dari masa lalu sebagian juga sudah tidak dikenal lagi seiring dengan punahnya hewan tertentu.
Tidak ada dasar yang pasti (logika) mengenai pengobatan tersebut. Beberapa alasan dilakukannya pengobatan dengan hewan yaitu karena tradisi/ kebiasaan dan adanya unsur mistis. Logika yang lain ialah logika transisi, yaitu menganggap hal-hal yang ada pada hewan dapat diambil dan dimanfaatkan pada manusia dengan cara mengkonsumsi hewan tersebut. Logika ini cukup banyak ditemukan. Di antaranya pada pengobatan dengan reptil. Reptil yang pada umumnya berkulit kasar dan kuat dimakan dagingnya dengan harapan kulit kasar dan kuat tersebut membantu kulit manusia sehingga dapat terbebas dari penyakit kulit. Pengobatan dengan memakan daging kuda juga mempunyaia sumsi bahwa kuda yang kuat apabila dimakan dagingnya, maka manusia yang memakan pun akan ikut kuat seperti kuda. Pengobatan dengan hewan tampaknya dilakukan dengan suatu usaha coba-coba (try and error). Karena itu, untuk mengangkat model pengobatan ini menjadi model pengobatan standar tampaknya masih diperlukan penelitian lanjutan. Beberapa jenis pengobatan tidak lain adalah mengkonsumsi daging hewan yang lazim dilakukan masyarakat. Tradisi ini dapat dilanjutkan dan dikembangkan sebagai bentuk pengalaman eksotis dalam tradisi kuliner etnis yang bermanfaat bagi pengembangan pariwisata.
1. Latar Belakang
Masyarakat Jawa sejak ratusan tahun juga sudah memiliki sistem pengobatan tradisional. Sistem pengobatan tersebut sampai dewasa ini masih tumbuh subur bahkan sebagian sudah menjadi suatu sistem industri cukup besar yang dikenal dengan nama jamu . Dewasa ini kita mengenal berbagai jenis jamu yang dikemas secara modern seperti dari Perusahaan Air Mancur, Sido Muncul, Jamu Jago, Deltomed, dan lain-lain; bahkan sebagian diwujudkan dalam bentuk pil dan kapsul layaknya obat-obat modern. Jamu Indonesia juga sudah diekspor ke mancanegara.
Model pengobatan tradisional tersebut dalam antropologi medis termasuk salah satu sisi kajian yang disebut etnomedicine. Dilihat dari bahan yang digunakan, obat-obat tradisional dapat dibagi dua, yaitu obat yang menggunakan bahan-bahan dari tumbuhan (herbalmedicine) dan obat-obat yang berbahan dari binatang (animalmedicine). Secara internasional, herbal medicine memang lebih maju.
Akhirnya animalmedicine agak tersisih dari dunia pengobatan sejak tahun 1960-an ketika hewan-hewan tertentu mulai dirasakan kelangkaannya. Hal itu tidak berarti bahwa secara internasional animalmedicine lenyap. Animalmedicine kemudian justru menjadi atraksi wisata seiring dengan booming pariwisata. Animalmedicine dianggap sebagai salah satu pengalaman eksotik dan dikemas dalam paket wisata. Cina, India, dan Thailand termasuk negara-negara yang mengembangkan animalmedicine sebagai salah satu atraksi wisata.
Kenyataan tersebut menggugah sementara negara untuk menggali kekayaan tradisionilnya. Orang Jawa sebagai kelompok masyarakat yang sudah membangun kebudayaan ribuan tahun juga memiliki pengetahuan tradisional mengenai animalmedicine ini. Informasi mengenai hal tersebut dapat dilacak di dalam primbon-primbon, sebagai misal Primbon Atmasupana di Radyapustaka banyak mengimformasikan animalmedicine tersebut (Atmasupana, 1994:13). Konsep animalmedicine juga ditemukan di dalam teks ensiklopaedis Serat Centhini. Dalam serat ini ditemukan banyak informasi mengenai khasiat binatang tertentu, baik untuk pengobatan, kecantikan, maupun diambil kekuatan maginya.
2. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang sudah diungkapkan di muka, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Mendeskripsikan model pengobatan yang memanfaatkan binatang (animal medicine) yang terdapat dalam tradisi Jawa?
2. Mengkategorikan model-model tersebut ke dalam kerangka teoretis antropologi medis, yakni dalam klasifikasi model personalitik ataukah model naturalistik.
3. Tinjauan Teoretis
3.1. Antropologi Medis
Antropologi medis adalah cabang ilmu antropologi yang mulaiberkembang setelah berangkhirnya Perang Dunia II. Ilmu ini membahas sistem kesehatan secara transkultural. Masalah lain yang dibahas adalah adalah faktor bioekologi dan sosial budaya yangb erpengaruh terhadap kesehatan, timbulnya penyakit. Para dokter memandang antropologimedis sebagai biobudaya, yakni ilmu yangmemberi perhatian pada aspek-aspek biologis dan sosial budaya dari tingkah laku manusia, terutama tentang cara-cara interaksi tentang keduanya yang mempengaruhi kesehatand an penyakit (Foster dan Anderson, 1986:3). Jadi, antropologi medis adalah sebuah kajian interdisiplin antara ilmu kesehatan dan budaya.
3.2. Etnomedisin
Etnomedisin adalah cabang antropologi medis yang membahas tentang asal mula penyakit, sebab-sebab, dan cara pengobatan menurut kelompok masyarakat tertentu. Aspek etnomedisin merupakan aspek yang muncul seiring perkembangan kebudayaan manusia. di bidang antropologi medis, etnomedisin memunculkan termonologi yang beragam. Cabang ini sering disebut pengobatan tradisionil, pengobatan primitif, tetapi etnomedisin terasa lebih netral (Foster dan Anderson, 1986:62).
Menurut kerangka etnomedisin, penyakit dapat disebabkan oleh dua faktor. Pertama penyakit yang disebabkan oleh agen (tokoh) seperti dewa, lelembut, makhluk halus, manusia, dan sebagainya. Pandangan ini disebut pandangan personalistik.
Penyakit juga dapat disebabkan karena terganggunya keseimbangan tubuh karena unsur-unsur tetap dalam tubuh seperti panas dingin dan sebagainya. Kajian tentang ini disebut kajian natural atau nonsupranatural. Di dalam realitas, kedua prinsip tersebut saling tumpang tindih, tetapi sangat berguna untuk mengenai mengenai konsep-konsep dalam etnomedisin (Foster dan Anderson, 1986:63-64).
Khusus untuk pengobatan penyakit naturalistik, biasanya digunakan bahan-bahan dari tumbuhan (herbalmedicine) dan hewan (animalmedicine), atau gabungan kedua. Sementara untuk penyakit personalitik banyak digunakan pengobatan dengan ritual dan magi.
3.3. Konsep-konsep pengobatan naturalistik
Dewasa ini ada 3 konsep penyakit dan pengobatan naturalistik yang mendominasi etnomedisin dunia. Konsep tersebut ialah:
1. Patologi humoral dari Yunani
2. Ayurveda India
3. yin dan yang dari Cina
Konsep ini berdasarkan konsep humor (cairan) dalam tubuh manusia yang muncul sejak abad ke-6 Sebelum Masehi.. (Chadwick dan Mann, 1950:5).
Konsep pengobatan Ayurveda dari India memiliki beberapa kesamaan dengan konsep patologi humoral. Menurut paham Ayurve, penyakit dapat disembuhkan dengan makanan. Makanan mempunyai khasiat memanaskan dan mendinginkan. (Jellife, 1957:135).
Menurut konsep Ayurveda, alam terdiri dari 5 unsur, yaitu api, tanah, air, udara, dan eter. Terganggunya keseimbangan kelima unsur akan mengganggu kesehatan. Kesehatan juga terganggu akibat terganggunya keseimbangan 3 cairan tubuh yang disebut konsep tridhosa (Beck, 1969:562).
Konsep pengobatan tradisional kuna Cina didasarkan pada konsep yin dan yang . Yin dan yang adalah dua kekuatan yang berinteraksi secara seimbang dan terus menerus di dalam alam. Apabila terjadi ketidakseimbangan, maka alam akan tergoncang. Bila ketidakseimbangan terjadi dalam tubuh,maka tubuh akan sakit. Konsep ini berkembang sejak abad 2-3 sebelum Masehi. Jadi, konsep yin dan yang adalah konsep harmoni alam (Croizier, 1968:17).
3.4.. Kajian Etnomedisin Orang Jawa
Uraian berikut akan menjelaskan tentang kajian etnomedisin dalam masyarakat Jawa, khususnya dari model teori naturalistik sebagaimana diungkapkan oleh Foster dan Anderson (1986).
Kasniyah (1997) membahas sitem medik tradisional. Menurutnya, Sistem-sistem medik tradisional dalam kenyataannya masih tetap hidup, meskipun praktek-pratek biomedik kedokterran makin berkembang pesat di negara kita dengan munculnya pusat-pusat layanan kesehatan; baik yang dikelola oleh pemerintah maupun oleh swasta. Hal tersebut menunjukkan bahwa health care merupakan fenomena sosial budaya yang kompleks (Kasniyah, 1997:71). Karena itu, dewasa ini para ahli antropologi kesehatan banyak mencurahkan perhatian pada konsep pengobatan dan obat-obat tradisional.
Yitno (1985) membahas tentang konsep penyakit menurut tradisi Jawa. Setidaknya, dalam konsep pengobatan tradisional Jawa yang memiliki pandangan kosmologis tentang penyakit, memandang penyakit tidak saja pada apa yang menyebabkan sakit, melainkan juga bagaimana dan mengapa seseorang menjadi sakit. Sakit sebagai akibat rangkaian hubungan antara individu dengan lingkungan, di mana individu adalah bagian yang tak terpisahkan dari suatu tatanan kosmis (Yitno, 1985:109). Akibat konsep tersebut, berbagai penyakit yang dipercaya sebagai akibat guna-guna, misalnya, tidak akan dibawa ke dokter modern.
Djoyosugito (1985) pernah memberikan dasar-dasar pemikiran umum tentang pengetahuan obat-obatan Jawa tradisional, namun juga belum menyebutkan obat-obatan di primbon. Namun demikian, setidaknya tulisan Djoyosugito tersebut memberikan kerangka pemikiran tentang obat-obat tradisional Jawa. Menurutnya obat tradidsional menyagkut 2 hal: 1) obat atau ramuan obat tradisional dan 2) cara pengobatan tradisional (1985:115). Definisi obat tradisional adalah obat yang turun temurun digunakan oleh masyarakat untuk mengobati beberapa penyakit tertentu dan dapat diperoleh secara bebas (DitPom, Depkes RI dalam Djoyosugito, 1985:118). Yang perlu dilakukan saat ini terhadap obat-obat tradisional, yang kadang tampak tidak rasional, ialah observasi. Kalau observasi ini menghasilkan keyakinan adanya fenomena yang berulang-ulang, maka dengan deduksi kita berusaha menerangkan fenomena tersebut atau secara induktif kita coba membuat hipotesa atau spekulasi yang harus dibuktikan. Dalam hal ini kita ada pada ujung tombak pengetahuan (frontier of knowledge ) (Djoyosugito, 1985:120).
Suatu usaha dokumentasi obat-obat tradisional dilakukan oleh Mardisiwojo dan Harsono melalui buku seri yang berjudul Cabe Puyang Warisan Nenek Moyang Buku ini terdiri dari 3 jilid. Buku Cabe Puyang Warisan Nenek Moyang I menyajikan nama, tempat tumbuh, dan jenis keadaan, kegunaan dari bebrmacam-macam tubuh-tumbuhan yang biasa dipergunakan dalam ramuan obat-obatan di Indonesia. Dalam hal ini disajikan nama tumbuhan secara umum, nama dalam berbagai bahasa daerah, nama Latin, ciri-ciri tumbuhan, dan kegunaannya. Selanjutnya juga diuraikan nama berbagai jenis penyakit dan mana-nama tumbuhan yang dapat digunakan untuk mengobatinya. Buku ini tidak menyajikan asal dari khasiat bahan-bahan obat tradisional tersebut (Mardisiwojo dan Harsono, 1975).
Buku Cabe Puyang Warisan Nenek Moyang II menyajikan deskripsi berbagai macam penyakit secara alpabetis. Dalam hal ini diberikan penjelasan tentang sebab-musabab timbulnya suatu penyakit, gejala dan tanda-tandanya, perawatan dan pengobtannya, pengobatan yang dapat dilakukan dengan ramuan-ramuan dari tumbuhan. Sebagai pelengkap, buku ini menyajikan daftar nama-nama Latin bahan-bahan tumbuan yang dijadikan obat (Mardisiwojo dan Harsono, 1987). Buku ini tidak menyajikan asal resep-resep yang disusun. Tampaknya buku ini berusaha memadukan pengetahuan kedokteran modern dengan obat-obat tradisional sebagai salah satu terapi terhadap munculnya suatu penyakit.
Buku yang ketiga berupa atlas yang yang berisi lukisan berbagai tumbuh-tumbuhan yang berkhasiat obat tumbuh-tumbuhan yang berkhasiat obat (Mardisiwojo dan Harsono, 1975:5). Dari penelitian etnomedisin Jawa tersebut tidak ada pembicaraan mengenai animalmedicine.
3.5. Animalmedicine
Salah satu cabang etnomedisin adalah anaimal medicine. Model pengobatan ini dapat dibagi menjadi dua jenis.
1. Pengobatan dengan memanfaatkan bagian tubuh hewan, seperti mengambil empedu kobra, penis kuda, cula badak, fetus (bayi) kijang, dan sebagainya.
2. Pengobatan dengan memanfaatkan aktivitas atau produksi hewan, misalnya menggunakan susu, madu, telur, lintah untuk menyedot darah, sengatan labah. Pengobatan ini tidak menyakitkan hewan.
Kajian model pengobatan ini di Indonesia masih sangat langka. Kajian ini pernahmenjadi bagian darikajian folkor yang termasuk dalam konteks pembicaraan mengenai hewan sebagai makanaan manusia (bukan obat) (baca Dananjaya, 1986:185-187). Karena langkanya pengkajian mengenai animalmedicine ini,maka perlu kirannya hal tersebut segera diteliti.
4. Hasil Penelitian
4.1. Pengobatan dengan Hewan Mamalia
Mamalia dapat diartikan sebagai hewan yang menyusui. Jenis hewan ini sangat banyak. Ciri hewan ini ialah melahirkan dan menyusui anaknya. Hewan jenis mamalia ada yang cukup besar sepert gajah, tetapi ada pula yang kecil seperti tikus. Pengobatan dengan mamalia biasanya disesuaikan dengan jenis mamalia yang ada di sekitar manusia. Menurut tradisi Jawa, berikut jenis-jenis mamalia yang dapat digunakan sebagai bahan pengobatan.
Kambing Beberapa bagian darik ambing yang dipercaya dapat menyembuhkan penyakit adalah kikil (daging bagian kaki). Kikil dipercaya dapat meningkatkan kekuatan kaki, khususnya bagi orang tua yang merasa lemah. Kikil juga dipercaya dapat meningkatkan kekuatan seksual.. Daging kambing dipercaya dapat meningkatkan gairah seksual. Bagian dari daging yang dipercaya paling manjur untuk tujuan tersebut adalah lodok (sumsum tulang belakang) yang dimakan mentah.
Untuk menjaga kesehatan, empedu kambing juga sering dimanfaatkan sebagai bahan pengobatan dengan cara dimakan mentah dan diambil dalam keadaan utuh (kantong empedu tidak pecah). Dengan meminum empedu kambing dipercaya dapat meningkatkan kesehatan dan tidak digigit nyamuk.
Kotoran kambing juga dipercaya dapat menurunkan panas tinggi pada penyakit anak-anak. Cara pengobatannya ialah dengan mengambil tiga butir kotoran kambing (inthil/srinthil) lalu diberi air panas dan ditempelkan di dahi anak yang menderita sakit panas.
Bagian dari tubuh gajah yang sering digunakan sebagai sarana penjagaan kesehatan adalah gading. Gading gajah sering digunakan sebagai pipa untuk merokok. Merokok dengan pipa gading gajah dipercaya dapat menguatkan gigi. Alasan pemikiran ini ialah mengambil kekuatan gigi dari gajah, yang mana gading merupakan bagian dari gigi (taring).
Karena babi dianggap dapat mengusir jin (makhluk halus), maka orang Jawa ada yang memanfaatkan minyak babi untuk pengobatan. Menurut kepercayaan, bila ada anak-anak yang kejang-kejang, mengigau, atau panas tinggi, hal itu merupakan tanda bahwa anak tersebut dihinggapi makhluk halus. Untuk menjaga agar makhluk halus tidak datang, maka minyak babi digunakan untuk mengolesi persendian secara melingkar. Cara ini dipercaya dapat menghindarkan gangguan makhluk halus.
Unta bukanlah binatang yang habitatnya di Pulau Jawa. Namun, di kalangan masyarakat Jawa banyak juga yang percaya bahwa hati unta dapat digunakan untuk menyembuhkan penyakit asma.
Susu sapi yang diramu menjadi STMJ (susu telur madu jahe) dipercaya dapat menjaga kesehatan badan, mencegah masuk angin, meningkatkan gairah seks, dan tahan begadang. Minuman ini tidak bersifat menyembuhkan penyakit, melainkan untuk menjaga kesehatan.
Daging anjing dapat digunakan untuk obat. Beberapa penyakit yang dipercaya dapat disembuhkan dengan memakan daging anjing adalah lungkrah, kurang bergairah, dan penyakit kulit.Daging anjing dipercaya dapat menimbulkan semangat kerja, pemberani, dan peningkatan daya tahan seksual. Menurut informan, anak-anak geng sebelum mengadakan aktivitas sering didahului dengan memakan daging anjing dan minuman keras.
Untuk memanfaatkan anjing, biasanya anjing tidak perlu disembelih. Beberapa cara dilakukan untuk mematikan hewan ini sebelum diambil dagingnya. Yang pertama ialah dengan cara dijerat lehernya sampai mati kemudian dipukuli tubuhnya agar daging menjadi empuk. Cara lain dengan memasukkan kepala anjing ke dalam ember berair sampai tewas sedang cara yang ketiga dengan cara diberi potas (racun) sehingga binatang tersebut langsung mati.
Di Surakarta peneliti tidak menemukan tradisi pengobatan dengan menggunakan daging kuda. Tradisi ini ditemukan di Yogyakarta, khususnya di wilayah Kotagedhe. Daging kuda dipercaya mampu meningkatkan stamina tubuh. Bagian kuda yang biasanya digunakan untuk pengobatan ialah bagian penis sehingga sering disebut sate konthol jaran. Bagian penis ini dipercaya dapat menyembuhkan penyakit asma dan penyakit pernafasan lainnya.
Bajing Gendhu atau bajing adalah binatang pengerat yang hidup di pepohonan. Binatang ini dipercaya dapat menyembuhkan diabetis (kecing manis).
Menurut kepercayaan Jawa, bagi pria yang mandul dan belum memperoleh keturunan, maka hal itu dapat diobati dengan cara menelan zakar bajing. Hal ini terdapat dalam Primbon Atmasupana.
Orang Jawa pada masa lalu menggunakan cindhil (anak tikus) sebagai bagian dari pengobatan. Cindhil atau anak tikus dipercaya berkhasiat sebagai obat kuat. Obat kuat di sini maksudnya adalah agar ia kuat beraktivitas yang berat.
Kitab Primbon Atmasupana mencatat bahwa menurut kepercayaan kancil mempunyai khasiat untuk pengobatan. Minyak dan darah kancil dapat digunakan untuk mencegah penyakit apabila dioleskan di tangan. Sementara darah kancil yang diolehkan di mata dapat menyebabkan mata terbebas dari berbagai penyakit.
4.2. Pengobatan dengan Reptil
Binatang jenis reptil dapat digunakan untuk obat dengan cara dimakan. Pada umumnya digunakan sebagai obat penyakit kulit, yaitu ular, cecak, tokek, dan kadal.. Cicak dapat digunakan untuk obat step. Ramuan kobra dipercaya dapat menyembuhkan penyakit kulit dan diabetis. Minyak bulus dapat membuat zakar kuat dan tegang.
4.3. Unggas
Golongan unggas dipercaya dapat sebagai obat. Telur ayam kampung menyehatkan badan, baik untuk semua umur. Otak dan jengger ayam dapat digunakan untuk menyerap racun ular dengan cara ditempelkan ketika masih segar. Air cucian daging ayam untuk memandikan orang terkena cacar air/ cangkrang sehingga cepat keluar dan segera sembuh. Empedu ayam cemani apabila dioleskan dipercaya bisa menguatkan zakar. Sementara gagak dapat untuk menyembuhakan asma dengan cara dibakar dagingnya sampai gosong lalu dibuat seperti kopi.
4.4. Insekta
Jenis insekta dapat digunakan untuk obat. Kepompong ulat pisang dapat untuk mengobati sariawan dengan cara digoreng lalu dimakan. Lebah dapat menyebuhkan penyakit dengan cara metode sengat lebah. Metode ini memerlukan keahlian khusus. Kutu gajah dapat menyebuhkan penyakit kuning (liver) dengan cara dimakan hidup-hidup bersama pisang mas. Sementara undur-undur dapat menyembuhkan penyakit gula (diabetis) dengan cara dimakan.
4.5. Moluska
Golongan moluska yang daat dijadikan obat oalah bekicot yang dipercaya dapat mengobati beri-beri dengan cara memakan dagingnya. Bekicot juga dapat menyembuhkan luka baru dengan liurnya. Air liur bekicot bila diminum dapat menyembuhkan penyakit paru-paru kering. Cacing tanah dapat menyebuhkan segala keluhan penyakit perut (typhus, maag, perut melilit, keracunan).
5. Kesimpulan dan Saran
Berdasarkan uraian di muka dapat disimpulkan bahwa dalam tradisi pengobatan dengan menggunakan hewan di dalam masyarakat Jawa digunakan berbagai jenis hewan yang terdapat di sekitarnya. Tradisi tersebut kemungkinan sudah berlangsung dari generasi ke generasi. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan terancumnya resep-resep tersebut di dalam kitab primbon yang berasal dari ratusan tahun silam.
Beberapa tradisi kemungkinan berasal dari luar budaya Jawa yang masuk ke dalam tradsi Jawa seiring dengan pergaulan masyarakata Jawa dengan masyarakat lainnya. Sebagaimisal pengobatan dengan hati unta, kadal Mesir, dan ramuan kobra. Penggunaan hewan dari masa lalu sebagian juga sudah tidak dikenal lagi seiring dengan punahnya hewan tertentu.
Tidak ada dasar yang pasti (logika) mengenai pengobatan tersebut. Beberapa alasan dilakukannya pengobatan dengan hewan yaitu karena tradisi/ kebiasaan dan adanya unsur mistis. Logika yang lain ialah logika transisi, yaitu menganggap hal-hal yang ada pada hewan dapat diambil dan dimanfaatkan pada manusia dengan cara mengkonsumsi hewan tersebut. Logika ini cukup banyak ditemukan. Di antaranya pada pengobatan dengan reptil. Reptil yang pada umumnya berkulit kasar dan kuat dimakan dagingnya dengan harapan kulit kasar dan kuat tersebut membantu kulit manusia sehingga dapat terbebas dari penyakit kulit. Pengobatan dengan memakan daging kuda juga mempunyaia sumsi bahwa kuda yang kuat apabila dimakan dagingnya, maka manusia yang memakan pun akan ikut kuat seperti kuda.
Pengobatan dengan hewan tampaknya dilakukan dengan suatu usaha coba-coba (try and error). Karena itu, untuk mengangkat model pengobatan ini menjadi model pengobatan standar tampaknya masih diperlukan penelitian lanjutan. Beberapa jenis pengobatan tidak lain adalah mengkonsumsi daging hewan yang lazim dilakukan masyarakat. Tradisi ini dapat dilanjutkan dan dikembangkan sebagai bentuk pengalaman eksotis dalam tradisi kuliner etnis yang bermanfaat bagi pengembangan pariwisata.
Penelitian ini belumlah final. Hasi penelitiani nimasih prlu dilakukan penelitan lanjuan untukmendapatkan kesimpulan yang kuat. Penelitian dokumentatif ini masih perlu dilanjutkan untuk mengungkap lebih banyak tradisi-tradisi pengobatan lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Adisasmita, Ki Sumidi. 1979. Pustaka Centhini . Yogya: U.P. Indonesia.
Beck, Brenda. 1969. Colour and Heat in South India Ritual. dalam Majalah Man Edisi 4
Chadwick, John dan w.N. Mann. 1950. Medical Works of Hipocrates. Oxford: Blackwell Scientific Publication.
Croizier, Ralph. 1968’ Traditional Medicine in Modern China: Science, Nationalism, and the Tension of Cultural Change. Cambridge: Harvard University Press.
Djoyosugito, Ahmad Muhammad. 1985. "Pengetahuan Obat-obatan Jawa Tradisional" dalam Soedarsono dkk. (Editor). Celaka, Sakit, Obat, dan Sehat Menurut Konsepsi Orang Jawa . Yogyakarta: Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Nusantara (Javanologi), Departeman Pendidikan dan Kebudayaan.
Foster, George M dan Anderson. 1978. Medical Anthropology . New York: John Wiley & Sons.
Foster, George M dan Anderson. 1986. Antropologi Kesehatan. Terjemahan. Jakarta: UI Press. .
HealthWorld Review .1988. “News from Beijing”. No:79
Indradjati, Sang , 1959. Primbon Sabda Sasmaya . Solo: Sadu Budi.
Jellife, Derrick B. 1957. “Social Culture and Nutrition: Cultural Blockks and Protein Malnutrion in Early Childhood in Rural west Bengal”. dalam Majalah Pediatrics Edisi 20.
Kasniyah, Naniek. 1997. "Etiologi Penyakit Secara Tradisional dalam Alam Pikiran Orang Jawa" makalah dalam Sarasehan Rutin Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Nusantara (Javanologi), Departeman Pendidikan dan Kebudayaan.
Kitab Primbon Betal Djemur Adam Makna . 1976. Yogyakarta: Penerbit Soemodidjojo.
Koentjaraningrat.1983. Pengantar Ilmu Antropologi . Jakarta: Aksara Baru.
Lestyawati, Endang. 1984. "Pengobatan Tradisional di Balekerto". Tesis S1 Fak. Sastra UGM.
Mardisiwoyo Sudarman dan Harsono Rajakmanngunsudarso. Cabe Puyang Warisan Nenek Moyang I . Jakarta: P.T. Karya Wreda.
Mardisiwoyo Sudarman dan Harsono Rajakmanngunsudarso. Cabe Puyang Warisan Nenek Moyang II . Jakarta: Balai Pustaka.
Mugihardjo, R.1958. Primbon Nudjum Djawa Sejati Semarang: Keng.
Primbon Djawa Bekti Djamal 1960. Solo: Penerbit Sadu Budi, 1960).
Sedyawati, Edi. 1997. "Naskah dan Pengkajiannya: Tipologi Pengguna" dalam Tradisi Tulis Nusantara. Jakarta: Masyarakat Pernaskahan Nusantara.
Slamet, Mbah. 1962. Perimbon Pusaka Agung . Surabaya: Usaha Baru.
Soeratno, Siti Chamamah. 1997. "Naskah Lama dan Relevansinya dengan Masa Kini". dalam Tradisi Tulis Nusantara. Jakarta: Masyarakat Pernaskahan Nusantara.
Subalidinata, R.S., 1985. "Primbon Dalam Kehidupan Masyarakat Jawa". dalam Soedarsono dkk. (Editor). Aksara dan Ramalan Nasib dalam Kebudayaan Jawa . Yogyakarta: Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Nusantara (Javanologi), Departeman Pendidikan dan Kebudayaan.
Sutrisno, Eddy T. 1961. Primbon Djawi Adji Wara . Surakarta: C.V. Mas.
Sutopo, Heribertus. 1988. Pengantar Penelitian Kualitatif : Dasar-dasar Teoretis dan Praktis . Surakarta: Pusat Penelitian Universitas Sebelas Maret.
Tanojo. R. 1962. Primbon Djawa Pawukon . Surakarta: Pelajar.
Tanojo, R. 1968. Primbon Sabda Pudjangga . Solo: Ekajakti.
Vredenbregt, J. 1985. Pengantar Metodologi untuk Ilmu-ilmu Empiris. Jakarta: Gramedia.
Wijayakusuma, H.M. Hembing. 1992. ”Terapi Akupuntur dengan Sengatan Bisa Lebah”. dalam Antropologi Kesehatan Indonesia. Jilid I Pengobatan Tradisionial. Redaksi Azwar Agoes dan T. Jacob. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Wojowasito dan Poerwadarminta, WJS.. 1980. Kamus Lengkap . Bandung: Penerbit Hasta.
Yitno, Amin. 1985. "Kosmologi dan Konsep Kesehatan pada Orang Jawa" dalam Soedarsono dkk. (Editor). Celaka, Sakit, Obat, dan Sehat Menurut Konsepsi Orang Jawa . Yogyakarta: Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Nusantara (Javanologi), Departeman Pendidikan dan Kebudayaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar